PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TANAMAN 1. PENGUJIAN SECARA IN VITRO

PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TANAMAN
PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TANAMAN
1.      PENGUJIAN SECARA IN VITRO
(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)






Oleh

Dwi Saputra
1514121097
Kelompok 2





Description: logo-unila-bw.jpg













LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

                                                                                                                                                     I.  PENDAHULUAN



1.1   Latar Belakang

Penyakit bisa muncul karena adanya tanaman, patogen serta faktor lingkungan. Ini yang disebut segitiga penyakit dimana munculnya penyakit karena tiga faktor itu. Jika salah satu faktor tersebut tidak ada atau tidak memenuhi syarat maka penyakit tidak akan muncul. Syarat yang harus dipenuhi oleh ketiga faktor agar muncul penyakit adalah tanaman harus peka, patogen harus virulen, dan faktor lingkungan mendukung. Jika ketiga syarat tersebut terpenuhi maka mudah akan munculnya penyakit pada tanaman tersebut. Jika tidak segera dikendalikan maka akan berdampak pada penurunkan rata-rata pertumbuhan, dan penurunan hasil panen yang menyebabkan kegurian bagi petani.

Hingga saat ini, pengendalian penyakit tanaman hanya terpaku pada penggunaan pestisida. Padahal kita tahu bahwa saat ini dunia tengah gencar-gencarnya menyerukan pertanian yang ramah lingkungan, pertanian organik, dan pertanian yang sehat. Di tengah kondisi alam saat ini yang menurun kualitasnya, para petani modern bahkan konvensional dituntut untuk bisa melakukan pengendalian secara hayati atau alamiah. Sekarang ini ditemukan bahwa jamur Trichoderma sp adalahjamur yang dapat digunakan sebagai pembasmi alami penyakit tanaman bawaan dari tanah. Oleh karenanya, pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengembangbiakan jamur Trichoderma sp dengan pengaruh suhu dan cahaya, agar dapat mengetahui pada kondisi manakah jamur Trichoderma sp ini tumbuh dengan optimal. Selama perkembangbiakan penayakit pastinya ada factor-faktor yang mempengaruhinya. Seperti cahaya, kelembaban, suhu dan lain-lain dari factor tersebut dapat timbul factor yang menghambat pertumbuhan atau perkembangbiakan pathogen atau malah mengoptimalkan pertumbuhanya.

1.2  Tujuan

Adapun tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah :
1.      Mengetahui teknik pengujian kemampuan agensia hayati untuk menghambat pertumbuhan patogen tanaman secara in vitro sebelum aplikasi lapangan.

                                                                                                                                II.  METODOLOGI PRAKTIKUM



2.1  Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah LAF, cawan petri, tissue, spidol permanen, , jarum ose, penggaris, bunsen, plastik wrap dan bor gabus.

Bahan-bahan yang di gunakan pada praktikum kali ini adalah biakan Trichoderma spp., biakan Colletotricum capsici., media Pottao Dextrose Agar (PDA) dan alkohol 70%.

2.2 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam praktikum kali ini adalah
1.        Disiapkan cawan petri yang berisi media PDA.
2.        Diletakkan potongan bor gabus biakan murni Colletotrichum capsici 3 cm dari pinggir petri dan potongan bor gabus biakan murni Trichoderma spp 3 cm dari pinggir petri yang berlawanan dengan potongan bor gabus biakan Colletotrichum capsici.
3.        Diukur jari-jari koloni jamur Colletotrichum capsici yang menuju dan menjauhi koloni jamur Trichoderma spp.
4.        Dihitung persentase penghambatan jamur Trichoderma spp dengan menggunakan rumus penghambatan
.







                                                                                          III.     HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



3.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil dari pengamatan peraktikum kali ini adalah seabgai berikut :

No
Gambar/Tanggal
Persentase penghambatan
1
Rabu, 5 April 2017

A                              B
    

C                            D
       



A = 50%
B = 57%
C =33%
D = 29%
2
Kamis, 6 April 2017

A                         B
    


C                       D
 
 




A = 64%
B = 20 %
C = 50%
D = 25%
4
Senin, 10 April 2017
A                             B
 
C                           D
        






A = 58%
B = 43 %
C = 30%
D = 37%


3.2 Pembahasan

Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan / fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu.  Koloni Trichodermaspp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau. Koloni pada medium OA (20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Sukamto,1998).

Mekanisme serangan Trichoderma :
1. Kompetisi
Kompetisi terjadi apabila  dua atau lebih mikro organisme berada pada ruang atau tempat yang sama  dan memperebutkan sumber nutrisi (carbon (C) , nitrogen (N) , dan besi (Fe), termasuk oksigen, cahaya, air. Kompetisi yang paling utama dalam sistem pengendalian hayati patogen yaitu kompetisi tempat, yang berhubungan dengan kecepatan kolonisasi agen pengendali. Fenomena kompetisi tempat ini banyak dijumpai terutama pada patogen-patogen tanah pada sistem perakaran tanaman.  Pada praktikum ini Jamur Trichoderma sp. bekompetisi makanan dan ruang dengan Colletotrichum museu. Persaingan antar mikro organisme, akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan  patogen, sehingga patogen tidak dapat berkembang dengan sempurna.
2. Antibiosis
Antibiosis adalah penghambatan pertumbuhan atau perkembangan dan penghancuran suatu organisme oleh hasil metabolisme organisme lain. Hasil metabolisme tersebut bersifat racun dan dikenal sebagai antibiotik.  Penelitian Dennis dan Webster (1971) menyebutkan bahwa Trichoderma  menghasilkan antibiotik yang menguap (volatil) dan tidak menguap (non volatil). Trichoderma sp. Banyak diteliti dan di aplikasikan dalam pengendalian jamur-jamur patogen tanah. Kemampuan Trichoderma menghasilkan antibiotik menyebabkan terhambatnya petumbuhan jamur patogen disekitarnya, disamping itu keberadaan Trichoderma  dapat membuat keasaam tanah (pH) menjadi tidak optimum bagi patogen, sehingga terjadi ketidak seimbangan konsentrasi nutrisi dan selanjutnya tidak dapat dimanfaatkan oleh patogen dan pada akhirnya mampu menekan infeksi. 
3.      Hiperparasitisme.
Dikatakan selanjutnya hiperparasitisme adalah bentuk penghambatan dan penghancuran oleh agen pengendali dengan memarasit jamur patogen, melalui hifa dengan membentuk haustoria dan dapat pula menyebabkan lisis hifa jamur patogen (Dennis, 1971).

Pengujian agensia hayati sebelum diaplikasikan dilapangan menggunakan biakan jamur antagonis Trichoderma sp. dan patogen Colletotrichum capsici. Ke dua jamur ditumbuhkan dengan teknik kultur ganda pada satu cawan petri secara berlawanan. Kemudian pertumbuhan dan perkembangan jamur pada cawan di amati sebanyak empat kali pengamatan, yaitu pada hari Rabu, Kamis, Jumat, dan Senin. Pada hasil  pengamatan pertama, yaitu jamur. pada cawan ulangan pertama mulai tumbuh berkembang  dan mampu menekan pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici . pada cawan A terjadi persentase penghambatan yang paling besar diantara yang lain. Mungkin hal ini diakibatkan karena adanya kontaminasi pada cawan A  tersebut sehingga menyebar keseluruh cawan dan menghambat pertumbuahan Trichoderma sp. Terjadinya bisa dikarenakan ketidak telitian praktikan pada saat memindahkan biakan ke dalam cawan petri atau dapat pula karena Trichoderma sp. yang digunakan sudah tua dan tidak diremajakan sehingga tidak baik digunakan untuk biakan.

Jamur antagonis adalah kelompok jamur pengendali hayati yang mempunyai kemampuan mengganggu proses hidup patogen tanaman. Mekanisme jamur antagonis dalam menghambat patogen tanaman dapat melalui antibiosis, lisis, kompetisi, dan parasitisme. Di samping itu, jamur antagonis mampu mencegah infeksi patogen terhadap tanaman melalui aktivitas Induce Sistemic Resistance (ISR). Eksplorasi merupakan langkah awal untuk mendapatkan antagonis yang berkualitas. Jamur antagonis hasil eksplorasi perlu diuji di laboratorium (in vitro), rumah kasa (in planta), dan di lapangan (in situ). Jamur antagonis yang terpilih sebaiknya memilki sifat dapat menghambat pertumbuhan patogen tanaman, berkecambah dan tumbuh dengan cepat, tahan atau toleran terhadap antagonis lain, persisten dalam keadaan ekstrim, dapat diproduksi secara massal, dan tidak menyebabkan gangguan terhadap tanaman. Jenis tanaman dan jenis tanah sangat menentukan jenis jamur antagonis yang ditemukan. Misalnya, Gliocladium banyak terdapat di rizosfer tanaman tebu, atau tanaman kacang-kacangan (leguminaceae). Beberapa jamur antagonis lain seperti Trichoderma mampu tumbuh pada jaringan tanaman sakit, atau yang telah lapuk, selain juga banyak ditemukan di tanah kompos.
Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum. Merupakan agens antagonis tumbuhan yang dapat berperan menekan populasi atau aktivitas patogen tumbuhan. Agens antagonis patogen tumbuhan adalah patogen yang dapat menimbulkan penyakit. Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masuk ke dalam tanaman. Efektivitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut. Peran antagonis Gliocladium sp. terhadap patogen tular tanah adalah dengan cara kerja berupa parasitisme, kompetisi, dan antibiosis.

Dilaporkan Gliocladium sp. dapat memproduksi gliovirin dan viridian yang merupakan antibiotik yang bersifat fungisistik. Gliovirin merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen dan bakteri. Sedangkan Trichoderma harsianum. Dapat menghasilkan enzim kitinase dan B-1.3-glukanase, dengan proses antagonis parasitisme. Jamur antagonis Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum. Efektif mengendalikan penyakit layu pada tanaman yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. dan patogen tanah lainnya. Beberapa keunggulan jamur patogen antagonis Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum.Sebagai fungisida alami, yaitu tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air. Aman bagi manusia dan hewan piaraan. Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman. Sangat sesuai digunakan sebagai komponen pertanian organik sebagai pestisida yang dicampur dengan pupuk dan mudah diproduksi dengan teknik sederhana (Haryono, 2014).

Interaksi awal dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang (Sinaga, 1989).

Trichoderma sp yaitu  mikroorganisme tanah yang memiliki sifat saprofit yang secara alami akan menyerang cendawan patogen sehingga menguntungkan bagi tanaman. Trichoderma sp adalah salah satu jenis cendawan yang sering dijumpai pada hampir semua jenis tanah pada beberapa habitat. Trichoderma sp merupakan salah satu jenis cendawan yang dapat dikembagkan serta dijadikan yang sebagai agens hayati pada pengendali patogen tanah. Trichoderma sp mampu berkembang biak dengan sangat cepat pada daerah sistem perakaran tanaman. Spesies Trichoderma sp selain dapat diajdikan agen hayati, dapat dijadikan sebagai pungurai bahan organik (Berlian dkk, 2013).




                                                                                                                                                  IV.     KESIMPULAN



Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.    Pengujian di laboratorium (in vitro) menggunakan teknik kultur ganda.
2.    Jamur antagonis yang digunakan yaitu Trichoderma spp.
3.    Gliocladium sp, Penicillium sp,Beauveria bassiana, dan Metarhizium merupakan         agensia hayati lain selain  Trichoderma spp.
4.    Hasil pengamatan didapatkan data rata-rata, yaitu pada pengamatan hari ke 2 persentase penghambat sebesar 42.25% pengamatan hari ke 3 sebesar 39.75%, dan pengamatan hari ke 7 sebesar 42%.

DAFTAR PUSTAKA


Berlian, Intan. Budi. S. Hananto. H. 2013. MEKANISME ANTAGONISME Trichoderma spp TERHADAP BEBERAPA PATOGEN TULAR TANAH. Jurnal Mechanism of Antagonism of Trichoderma spp. Againts Several Soil Borne Pathogens. Warta Perkaretan 32(2), 74 – 82


Dennis, C. and Webster, J. 1971. Antagonistic properties of species groups of Trichoderma . Production of non volatile antibiotics.  Transactions British Mycological Society 57 (1):25-39.


Haryono, Nur. 2004. Jamur Antagonis Gliocladium sp. dan T. harsianum Pengendali Patogen Tular Tanah Parasit Tanaman. http://panduanteknisbudidaya.blogspot.co.id/2014/04/jamur-antagonis-gliocladium-sp-dan-t.html (Diakses pada 15 April 2016, pukul 22:00 WIB)

Sinaga, M.S. 1989. Potensi Gliocladium spp sebagai agen pengendalian hayati      beberapa cendawan patogenik tumbuhan yang bersifat soil borne. Laporan penelitian SPP/DPP.

Sukamto. S. 1998. Pengelolaan Penyakit Tanaman kopi. Kumpulan Materi Pelatihan. Bandarlampung. Universitas lampung.



































LAMPIRAN























1.    Tabel Data Pengamatan


hari ke-
Diameter (cm)
Persentase Penghambat (%)
r1
r2
1
2
3
4
Rata-rata
1
2
3
4
1
2
3
4
2
1
0.7
0.9
0.7
0.5
0.3
0.6
0.5
50%
57%
33%
29%
42.25%
3
1.1
0.5
0.8
0.4
0.4
0.4
0.4
0.3
64%
20%
50%
25%
39.75%
7
1.2
0.7
1
0.8
0.5
0.4
0.7
0.5
58%
43%
30%
37%
42%



Persentase Penghambatan
 






1.      PENGUJIAN SECARA IN VITRO
(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)






Oleh

Dwi Saputra
1514121097
Kelompok 2





Description: logo-unila-bw.jpg













LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

                                                                                                                                                     I.  PENDAHULUAN



1.1   Latar Belakang

Penyakit bisa muncul karena adanya tanaman, patogen serta faktor lingkungan. Ini yang disebut segitiga penyakit dimana munculnya penyakit karena tiga faktor itu. Jika salah satu faktor tersebut tidak ada atau tidak memenuhi syarat maka penyakit tidak akan muncul. Syarat yang harus dipenuhi oleh ketiga faktor agar muncul penyakit adalah tanaman harus peka, patogen harus virulen, dan faktor lingkungan mendukung. Jika ketiga syarat tersebut terpenuhi maka mudah akan munculnya penyakit pada tanaman tersebut. Jika tidak segera dikendalikan maka akan berdampak pada penurunkan rata-rata pertumbuhan, dan penurunan hasil panen yang menyebabkan kegurian bagi petani.

Hingga saat ini, pengendalian penyakit tanaman hanya terpaku pada penggunaan pestisida. Padahal kita tahu bahwa saat ini dunia tengah gencar-gencarnya menyerukan pertanian yang ramah lingkungan, pertanian organik, dan pertanian yang sehat. Di tengah kondisi alam saat ini yang menurun kualitasnya, para petani modern bahkan konvensional dituntut untuk bisa melakukan pengendalian secara hayati atau alamiah. Sekarang ini ditemukan bahwa jamur Trichoderma sp adalahjamur yang dapat digunakan sebagai pembasmi alami penyakit tanaman bawaan dari tanah. Oleh karenanya, pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengembangbiakan jamur Trichoderma sp dengan pengaruh suhu dan cahaya, agar dapat mengetahui pada kondisi manakah jamur Trichoderma sp ini tumbuh dengan optimal. Selama perkembangbiakan penayakit pastinya ada factor-faktor yang mempengaruhinya. Seperti cahaya, kelembaban, suhu dan lain-lain dari factor tersebut dapat timbul factor yang menghambat pertumbuhan atau perkembangbiakan pathogen atau malah mengoptimalkan pertumbuhanya.

1.2  Tujuan

Adapun tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah :
1.      Mengetahui teknik pengujian kemampuan agensia hayati untuk menghambat pertumbuhan patogen tanaman secara in vitro sebelum aplikasi lapangan.

                                                                                                                                II.  METODOLOGI PRAKTIKUM



2.1  Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah LAF, cawan petri, tissue, spidol permanen, , jarum ose, penggaris, bunsen, plastik wrap dan bor gabus.

Bahan-bahan yang di gunakan pada praktikum kali ini adalah biakan Trichoderma spp., biakan Colletotricum capsici., media Pottao Dextrose Agar (PDA) dan alkohol 70%.

2.2 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam praktikum kali ini adalah
1.        Disiapkan cawan petri yang berisi media PDA.
2.        Diletakkan potongan bor gabus biakan murni Colletotrichum capsici 3 cm dari pinggir petri dan potongan bor gabus biakan murni Trichoderma spp 3 cm dari pinggir petri yang berlawanan dengan potongan bor gabus biakan Colletotrichum capsici.
3.        Diukur jari-jari koloni jamur Colletotrichum capsici yang menuju dan menjauhi koloni jamur Trichoderma spp.
4.        Dihitung persentase penghambatan jamur Trichoderma spp dengan menggunakan rumus penghambatan
.







                                                                                          III.     HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



3.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil dari pengamatan peraktikum kali ini adalah seabgai berikut :

No
Gambar/Tanggal
Persentase penghambatan
1
Rabu, 5 April 2017

A                              B
    

C                            D
       



A = 50%
B = 57%
C =33%
D = 29%
2
Kamis, 6 April 2017

A                         B
    


C                       D
 
 




A = 64%
B = 20 %
C = 50%
D = 25%
4
Senin, 10 April 2017
A                             B
 
C                           D
        






A = 58%
B = 43 %
C = 30%
D = 37%


3.2 Pembahasan

Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan / fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu.  Koloni Trichodermaspp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau. Koloni pada medium OA (20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Sukamto,1998).

Mekanisme serangan Trichoderma :
1. Kompetisi
Kompetisi terjadi apabila  dua atau lebih mikro organisme berada pada ruang atau tempat yang sama  dan memperebutkan sumber nutrisi (carbon (C) , nitrogen (N) , dan besi (Fe), termasuk oksigen, cahaya, air. Kompetisi yang paling utama dalam sistem pengendalian hayati patogen yaitu kompetisi tempat, yang berhubungan dengan kecepatan kolonisasi agen pengendali. Fenomena kompetisi tempat ini banyak dijumpai terutama pada patogen-patogen tanah pada sistem perakaran tanaman.  Pada praktikum ini Jamur Trichoderma sp. bekompetisi makanan dan ruang dengan Colletotrichum museu. Persaingan antar mikro organisme, akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan  patogen, sehingga patogen tidak dapat berkembang dengan sempurna.
2. Antibiosis
Antibiosis adalah penghambatan pertumbuhan atau perkembangan dan penghancuran suatu organisme oleh hasil metabolisme organisme lain. Hasil metabolisme tersebut bersifat racun dan dikenal sebagai antibiotik.  Penelitian Dennis dan Webster (1971) menyebutkan bahwa Trichoderma  menghasilkan antibiotik yang menguap (volatil) dan tidak menguap (non volatil). Trichoderma sp. Banyak diteliti dan di aplikasikan dalam pengendalian jamur-jamur patogen tanah. Kemampuan Trichoderma menghasilkan antibiotik menyebabkan terhambatnya petumbuhan jamur patogen disekitarnya, disamping itu keberadaan Trichoderma  dapat membuat keasaam tanah (pH) menjadi tidak optimum bagi patogen, sehingga terjadi ketidak seimbangan konsentrasi nutrisi dan selanjutnya tidak dapat dimanfaatkan oleh patogen dan pada akhirnya mampu menekan infeksi. 
3.      Hiperparasitisme.
Dikatakan selanjutnya hiperparasitisme adalah bentuk penghambatan dan penghancuran oleh agen pengendali dengan memarasit jamur patogen, melalui hifa dengan membentuk haustoria dan dapat pula menyebabkan lisis hifa jamur patogen (Dennis, 1971).

Pengujian agensia hayati sebelum diaplikasikan dilapangan menggunakan biakan jamur antagonis Trichoderma sp. dan patogen Colletotrichum capsici. Ke dua jamur ditumbuhkan dengan teknik kultur ganda pada satu cawan petri secara berlawanan. Kemudian pertumbuhan dan perkembangan jamur pada cawan di amati sebanyak empat kali pengamatan, yaitu pada hari Rabu, Kamis, Jumat, dan Senin. Pada hasil  pengamatan pertama, yaitu jamur. pada cawan ulangan pertama mulai tumbuh berkembang  dan mampu menekan pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici . pada cawan A terjadi persentase penghambatan yang paling besar diantara yang lain. Mungkin hal ini diakibatkan karena adanya kontaminasi pada cawan A  tersebut sehingga menyebar keseluruh cawan dan menghambat pertumbuahan Trichoderma sp. Terjadinya bisa dikarenakan ketidak telitian praktikan pada saat memindahkan biakan ke dalam cawan petri atau dapat pula karena Trichoderma sp. yang digunakan sudah tua dan tidak diremajakan sehingga tidak baik digunakan untuk biakan.

Jamur antagonis adalah kelompok jamur pengendali hayati yang mempunyai kemampuan mengganggu proses hidup patogen tanaman. Mekanisme jamur antagonis dalam menghambat patogen tanaman dapat melalui antibiosis, lisis, kompetisi, dan parasitisme. Di samping itu, jamur antagonis mampu mencegah infeksi patogen terhadap tanaman melalui aktivitas Induce Sistemic Resistance (ISR). Eksplorasi merupakan langkah awal untuk mendapatkan antagonis yang berkualitas. Jamur antagonis hasil eksplorasi perlu diuji di laboratorium (in vitro), rumah kasa (in planta), dan di lapangan (in situ). Jamur antagonis yang terpilih sebaiknya memilki sifat dapat menghambat pertumbuhan patogen tanaman, berkecambah dan tumbuh dengan cepat, tahan atau toleran terhadap antagonis lain, persisten dalam keadaan ekstrim, dapat diproduksi secara massal, dan tidak menyebabkan gangguan terhadap tanaman. Jenis tanaman dan jenis tanah sangat menentukan jenis jamur antagonis yang ditemukan. Misalnya, Gliocladium banyak terdapat di rizosfer tanaman tebu, atau tanaman kacang-kacangan (leguminaceae). Beberapa jamur antagonis lain seperti Trichoderma mampu tumbuh pada jaringan tanaman sakit, atau yang telah lapuk, selain juga banyak ditemukan di tanah kompos.
Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum. Merupakan agens antagonis tumbuhan yang dapat berperan menekan populasi atau aktivitas patogen tumbuhan. Agens antagonis patogen tumbuhan adalah patogen yang dapat menimbulkan penyakit. Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masuk ke dalam tanaman. Efektivitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut. Peran antagonis Gliocladium sp. terhadap patogen tular tanah adalah dengan cara kerja berupa parasitisme, kompetisi, dan antibiosis.

Dilaporkan Gliocladium sp. dapat memproduksi gliovirin dan viridian yang merupakan antibiotik yang bersifat fungisistik. Gliovirin merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen dan bakteri. Sedangkan Trichoderma harsianum. Dapat menghasilkan enzim kitinase dan B-1.3-glukanase, dengan proses antagonis parasitisme. Jamur antagonis Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum. Efektif mengendalikan penyakit layu pada tanaman yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. dan patogen tanah lainnya. Beberapa keunggulan jamur patogen antagonis Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum.Sebagai fungisida alami, yaitu tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air. Aman bagi manusia dan hewan piaraan. Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman. Sangat sesuai digunakan sebagai komponen pertanian organik sebagai pestisida yang dicampur dengan pupuk dan mudah diproduksi dengan teknik sederhana (Haryono, 2014).

Interaksi awal dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang (Sinaga, 1989).

Trichoderma sp yaitu  mikroorganisme tanah yang memiliki sifat saprofit yang secara alami akan menyerang cendawan patogen sehingga menguntungkan bagi tanaman. Trichoderma sp adalah salah satu jenis cendawan yang sering dijumpai pada hampir semua jenis tanah pada beberapa habitat. Trichoderma sp merupakan salah satu jenis cendawan yang dapat dikembagkan serta dijadikan yang sebagai agens hayati pada pengendali patogen tanah. Trichoderma sp mampu berkembang biak dengan sangat cepat pada daerah sistem perakaran tanaman. Spesies Trichoderma sp selain dapat diajdikan agen hayati, dapat dijadikan sebagai pungurai bahan organik (Berlian dkk, 2013).




                                                                                                                                                  IV.     KESIMPULAN



Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.    Pengujian di laboratorium (in vitro) menggunakan teknik kultur ganda.
2.    Jamur antagonis yang digunakan yaitu Trichoderma spp.
3.    Gliocladium sp, Penicillium sp,Beauveria bassiana, dan Metarhizium merupakan         agensia hayati lain selain  Trichoderma spp.
4.    Hasil pengamatan didapatkan data rata-rata, yaitu pada pengamatan hari ke 2 persentase penghambat sebesar 42.25% pengamatan hari ke 3 sebesar 39.75%, dan pengamatan hari ke 7 sebesar 42%.

DAFTAR PUSTAKA


Berlian, Intan. Budi. S. Hananto. H. 2013. MEKANISME ANTAGONISME Trichoderma spp TERHADAP BEBERAPA PATOGEN TULAR TANAH. Jurnal Mechanism of Antagonism of Trichoderma spp. Againts Several Soil Borne Pathogens. Warta Perkaretan 32(2), 74 – 82


Dennis, C. and Webster, J. 1971. Antagonistic properties of species groups of Trichoderma . Production of non volatile antibiotics.  Transactions British Mycological Society 57 (1):25-39.


Haryono, Nur. 2004. Jamur Antagonis Gliocladium sp. dan T. harsianum Pengendali Patogen Tular Tanah Parasit Tanaman. http://panduanteknisbudidaya.blogspot.co.id/2014/04/jamur-antagonis-gliocladium-sp-dan-t.html (Diakses pada 15 April 2016, pukul 22:00 WIB)

Sinaga, M.S. 1989. Potensi Gliocladium spp sebagai agen pengendalian hayati      beberapa cendawan patogenik tumbuhan yang bersifat soil borne. Laporan penelitian SPP/DPP.

Sukamto. S. 1998. Pengelolaan Penyakit Tanaman kopi. Kumpulan Materi Pelatihan. Bandarlampung. Universitas lampung.



































LAMPIRAN























1.    Tabel Data Pengamatan


hari ke-
Diameter (cm)
Persentase Penghambat (%)
r1
r2
1
2
3
4
Rata-rata
1
2
3
4
1
2
3
4
2
1
0.7
0.9
0.7
0.5
0.3
0.6
0.5
50%
57%
33%
29%
42.25%
3
1.1
0.5
0.8
0.4
0.4
0.4
0.4
0.3
64%
20%
50%
25%
39.75%
7
1.2
0.7
1
0.8
0.5
0.4
0.7
0.5
58%
43%
30%
37%
42%



Persentase Penghambatan
 






Komentar

Postingan Populer