PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TANAMAN
2. PERBANYAKAN AGENSIA PENGENDALI HAYATI
(Laporan Praktikum
Pengendalian Penyakit Tanaman)
Oleh
Dwi Saputra
1514121097
Kelompok 2

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida digunakan dalam mengendalikan organisme
pengganggu dalam bidang
pertanian.
Pestisida yang
ramah lingkungan adalah pestisida nabati dengan memanfaatkan mikroorganisme
berupa jamur. Seperti yang kita ketahui
jumlah mikroba di alam sekitar sangat besar dan komplek. Beratus- ratus spesies
berbagai mikroba menghuni bermacam-macam bagian tanah, tumbuhan, makanan,
termasuk tubuh kita. Sebagai contoh, sekali bersin dapat menyebarkan
beribu-ribu mikroorganisme. Satu tinja dapat mengandung jutaan
bakteri(Semangun,2000).
Pengendalian terhadap organisme pengganggu tanaman pada
umumnya masih mengandalkan penggunaan fungsisida. Walaupun kesadaran akan bahaya
zat kimia cukup tinggi, tetapi penyemprotan fungisida untuk mengendalikan jamur
penyebab penyakit tampaknya tetap merupakan salah satu cara untuk mengurangi
kerugian. Pada perkembangan pengendalian penyakit akhir-akhir ini perhatian
akan pencemaran lingkungan mulai tampak, sehingga penggunaan fungisida mulai
dibatasi. Oleh karena itu arah pengendalian mulai dialihkan ke pengendalian
biologi dengan menggunakan agens hayati salah satunya yaitu jamur antagonis
Trichoderma sp.
Pada pengendalian hayati jamur berperan sebagai agen pengendalian. Begitu banyak jenis jamur, sehingga jamur
memiliki kingdom tersendiri yaitu Kingdom Fungi. Trichoderma diketahui
me-miliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen. Trichoderma mudah
ditemukan pada ekosistem tanah dan akar Cendawan ini adalah mikro-organisme
yang menguntungkan.
Trichoderma sp. ini bermanfaat
sebagai fungisida, membantu tanaman dalam mendapatkan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman , membantu dalam memperbaiki struktur tanah, sehingga begitu
besar agensia hayati ini dalam tanah yang tentunya berguna bagi tanaman.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara perbanyakan
agensia hayati menggunakan media alami.
II. METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah bunsen,
LAF, jarum ose, cawan petri, tissue, spidol permanen, penggaris, plastik wrap
dan bor gabus.
Adapun
bahan-bahan yang di gunakan pada praktikum kali ini adalah biakan Trichiderma sp., beras, dan alkohol 70%.
2.2 Prosedur Kerja
Prosedur
kerja yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Dicuci beras dan dikukus hingga 1/3 matang
dan didinginkan.
2. Setelah didinginkan, beras dimasukkan
kedalam plastik tebal ukuran 0,5 Kg kira-kira 100 gr/plastic dan dibungkus.
3. Disterilkan bungkusan pada suhu 1210C
( tekanan 1 atm ) selama 20 menit.
4. Dimasukkan kedalam enkas hingga dingin.
5. Setelah dingin, dimasukkan 1 bor gabus
biakan Trichoderma spp. dan
distaples silang agar masih terdapat udara di dalam
plastic.
6. Diinkubasi dalam suhu ruang selama 15 hari.
7. Diamati tumbuh tidaknya jamur dan ada tidaknya kontaminan setiap 3 hari sekali.
III. HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil dari pengamatan peraktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
Pengamatan
hari ke-
|
Tumbuh
tidaknya jamur (ada tidaknya miselia jamur)
|
Warna
media
|
Ada
tidaknya kontaminan
|
Jenis
kontaminan (Jamur/Bakteri)
|
1
|
![]() ![]() |
Putih Gading
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
2
|
![]() ![]() |
Putih Gading sedikit hijau
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
3
|
![]() ![]() |
Hijau tua sebagian
|
Tidak
ada
|
Tidak
ada
|
4
|
![]() ![]() |
Hijau tua hamper diseluruh media
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
3.2 Pembahasan
Trichoderma sp. adalah salah satu jamur tanah dan merupakan
bahan pengendalian yang aman dan ramah lingkungan. Kebanyakan saprofit dalam
tanah dan kayu, Trichoderma sp. dapat menghasilkan enzim β (1,3) glukonase dan kitinase yang dapat
menyebabkan degradasi dan lisis pada dinding sel Fusarium oxysporum. Cara jamur
Trichoderma sp bekerja dalam mengendalikan patongen yaitu proses kolonisasi
dengan cepat mendahului pathogen kemudian berkompetisi secara agresif atau
menyerang tempat yang belum ditempati Fusarium oxysporum. Pertumbuhan miselium
Trichoderma sp akan melilit dan memenuhi tempat di sekitar hifa dari jamur
inang dan menyebabkan hifa pathogen akan mudah sekali menjadi kosong, runtuh
dan akhirnya hancur (Santiaji, B dan Gusnawaty HS. 2007).
Media tumbuh untuk perbanyakan
agensia hayati dipilih yang mudah didapat, murah dan mudah untuk pertumbuhan
jamur. Jadi bahan-bahan yang dipakai disesuaikan dengan keadaan lokasi. Bahan
dan Alat yang digunakan adalah Beras/jagung pecah giling, bibit Trichoderma sp., air bersih, kaolin,
plastik lembaran, kompor, autoclove/dandang, ember, kantong plastik 0,5 kg, 5
kg, stapler, tali rafia. Cara pembuatannya adalah pertama beras/jagung pecah
giling dicuci bersih kemudian dimasak sampai setengah matang. Kemudian dimasukan
ke dalam kantong plastik kecil, diisi 1/3 nya kemudian dilipat. Fungsi
dari memasak beras hingga 1/3 matang yaitu untuk mendapatkan nutrisi yang
sesuai, karena apabila beras dimasak hingga matang maka ada beberapa nutrisi
akan hilang sehingga Trichoderma ini
tidak akan dapat berkembang dengan baik. Media dalam kantong plastik kecil dimasukan ke dalam kantong
plastik besar sampai penuh kemudian diikat dengan rafia. Disterilkan dalam
Autoclove selama 20
menit, pada suhu 121°C. Didinginkan, kemudian dimasukkan dalam Inkas untuk
diinokulasi dengan jamur Trichoderma
sp.. Setelah dimasukkan jamur Trichoderma
sp. kedalam beras, plastik dikocok-kocok sampai rata kemudian diinkubasikan
selama 2 – 3 minggu. Setelah 1 minggu diamati, yang terkontaminasi dibuang. Setelah
seluruh media ditumbuhi jamur dipanen,
kemudian dikemas dalam media Kaolin (Balai, 2012).
Media yang dapat digunakan dalam perbanyakan jamur Trichoderma spp. antara lain PDA (Potato Dextrose Agar), jagung, beras dan Bekatul (dedak).
1. Beras
Media beras digunakan dalam perbanyakan jamur Trichoderma spp. karena media beras lebih mudah didapatkan,ramah
lingkungan, dan terkandung nutrisi yang cukup serta mudah dalam pembuatanya.
Sedangkan kelemahannya yakni perlu menggunakan beras dalam jumlah lebih banyak,
serta susah menentukan tingkat kematangan beras(Djojosumarto,2004).
2. Media PDA (Potato Dextrose
Agar)
Media ini dibuat menggunakan extrak
kentang dan dextrose. Media ini memiliki kelebihan yakni sesuai dengan
prinsip keseimbangan ekosistem, tidak merusak lingkungan dan dibuat dengan
sangat mudah. Media ini juga memiliki kelemahan yaitu gula dextrose yang
seharusnya digunakan untuk membuat media ini harganya sangatlah mahal, untuk
penggunaan rutin pemakaian PDA cukup memakan biaya. Oleh karena itu gula
dextrose diganti dengan gula pasir (Sukrosa). Kemudian untuk agarnya juga
menggunakan agar teknis yang harganya relatif murah (Mahfud,1998).
3. Media Jagung
Media ini mudah didapatkan serta
murah. Penggunaan media jagung karena pada jagung mudah
ditumbuhi dengan jamur, hal ini dikarenakan isinya amilum dan kulitnya tipis,
maka kelebihan media jagung adalah jamur mudah untuk melakukan penetrasi ke
dalamnya. Kelemahannya adalah dalam keadaan basah, biji akan mudah melunak
karena digunakan untuk merombak amilum
dalam jagung (Mujim,2009).
4. Bekatul (dedak)
Media yang berasal dari proses
penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras. Kelebihan dari media bekatul ini yakni
merupakan sumber serat pangan yang juga mengandung protein, lemak, mineral dan
vitamin. Kelemahannya adalah dalam pembuatan media perbanyakan ini tidak mudah
seperti media PDA, jagung dan beras(Sukamto,1998).
Berdasarkan
pengamatan praktikum, diperoleh hasil sebagai berikut. Pengamatan pertama, pada
U1 dan U2 dilakukan pada hari pertama, belum ada
perkembangan jamur Trichoderma spp.. Pengamatan
kedua, pada U1 dan U2 dilakukan pada hari ke-2, terlihat
bahwa perkembangan jamur Trichoderma
spp pertumbuhannya mulai terjadi atau
muncul. Pada pengamatan ketiga, pada U1 dan U2 dilakukan
pada hari ke-3, terlihat bahwa perkembangan jamur Trichoderma spp. Terlihat berubah warna beras yang menandakan jamur
sudah tumbuh dan menyebar .
Pada pengamatan keempat sudah sangat nampak perubahan warna yang nyata pada
media yang digunakan yaitu warna hijau tua yang terlihat mendominasi seluruh
bagian beras.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang
diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Media yang digunakan untuk
perbanyakan pada praktikum ini yaitu beras karean selain mudah didapatkan terkandung
nutrisi yang cukup serta mudah dalam pembuatanya.
2. Perkembangan terjadi pada U1
dan U2 tiap pengamatan
dilakukan.
3. Media yang dapat dignakan untuk perbanyakan
jamur Trichoderma sp. Yaitu PDA
(Potato Dextrose Agar), jagung, beras dan Bekatul (dedak).
DAFTAR PUSTAKA
Djojosumarto, Panut. 2004. Teknik
Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta
Mahfud, M.C., E. Korlina, A. Budijono, M,
Soleh dan A. Surjadi. 1998. Uji Aplikasi
Komponen PHT untuk mengendalikan penyakit karat daun. Laporan pengkajian Bagian
Proyek Penelitian Tanaman Perkebunan. Bogor.
Mujim, Subli. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan (Buku Ajar). 2009.
Bandarlampung. Universitas lampung.
Sukamto. S.
1998. Pengelolaan Penyakit Tanaman kopi.
Kumpulan Materi Pelatihan. Bandarlampung. Universitas lampung.
Santiaji, B dan Gusnawaty HS. 2007.
Potensi Ampas Sagu sebagai Media
Perbanyakan CendawanAgensia
Biokontrol untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah . Agriplus 17:20-25
Semangun.2000
. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikutura
di Indonesia. Gadjah
Mada University Press.
LAMPIRAN
Komentar
Posting Komentar